Senin, 19 April 2010

ketidak adilan hukum di indonesia dengan contoh kasus prita mulyasari

Negara Indonesia adalah negara Hukum, itulah yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-3. UUD 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis. Di samping UUD 1945, berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, yang sama-sama menjadi aturan -aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.

Sudahkan Indonesia menjadi negara hukum yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial? Sudahkah?

Keanehan yang Namanya “Hukum“

Ada begitu banyak yang masih menjadi misteri dan PR “sudahkah Indonesia menjadi negara hukum bagi seluruh rakyatnya?” Dalam berbagai kesempatan di blog, saya menulis unek-unek suatu kasus dan kondisi dimana saya merasa terjadi ketidakadilan dalam peristiwa tersebut. Contohnya adalah Keanehan KPU, Buddha Bar, UU ITE dan Pornografi terhadap Situs Porno, Korupsi Dana DKP pada Pilpres 2004. Selain tulisan saya diatas, bagaimana Imam Hambali (Kemat) dan David Eko Prianto yang ditangkap dan dipidana 17 dan 12 tahun penjara serta Maman Sugianto (Sugik) yang disergap dan didakwa akibat aparat kepolisian Jombang yang tidak profesional mengungkap kasus pembunuhan Asrori (dilanjutkan oleh Kejati Jombang).

Berbagai kasus ketidakadilan rakyat kecil terus terjadi, disisi lain para penguasa dengan seenak-enaknya dapat melanggar aturan. Saya melihat bahwa kasus Buddha Bar merupakan salah satu konspirasi terbesar ketimpangan oleh penguasa dan pengusaha yang dengan enteng menepikan hukum perundangan kita. Bagaimana kasus korupsi DKP yang hanya menumbalkan terpidana Rokhmin Dahuri. Bagaimana UU ITE dan Pornografi tidak digunakan untuk melindungi rakyat banyak, tapi disisi lain hanya menjerat suara rakyat kecil.

Makanya, saya katakan bawah tidaklah heran jika kita melihat fenomena produk-produk hukum (UU dan turunannya) di negeri yang dibuat dengan dana miliaran rupiah hanya untuk menjerat si miskin bertambah miskin dan tidak berdaya. Sedangkan para penguasa beserta kroninya memiliki akses yang seluas-luasnya dalam berbagai izin inkonstitusional dan pemanfaatan fasilitas negara.

Dilema Prita Mulyasari

Prita Mulyasari, seorang ibu dari dua orang anak yang masih kecil harus mendekam dibalik jeruji karena didakwa atas pelanggaran Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik [download]. Dari pengakuannya, ia menjadi korban oknum perusahaan RS Omni International Alam Sutera yang memperlakukan dia bak sapi perahan. Pasien yang harusnya mendapat prioritas pelayanan kesehatan yang prima, justru menjadi obyek eksploitasi finansial dan bahkan jika apa yang diungkapkan oleh ibu Priya Mulyasari dalam email/surat pembaca itu benar [baca], maka secara insitusi RS Omni Internasional melindungi oknum dokter yang melakukan mal-praktik. Pihak manajemen RS Omni telah menggunakan kekuasaan jaringan dan keuangan untuk mendukung perbuatan yang tidak semestinya.

Bukan dengan melakukan investigasi secara intensif atas kasus yang menimpa Ibu Prita M, justru pihak RS Omni mendakwa Ibu Prita dengan dalil hukum “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” [pasal 27 ayat 3 UU 11/2008] akan dijerat pidana 6 tahun dan atau 1 miliar. Jika anda membaca unek-unek ibu Prita, maka secara sepihak atas dasar nurani dan kemanusaian kita akan mendukung ibu Prita di Bebaskan Ibu Prita atau Facebook ini.

Karena kasus Ibu Prita sudah dibawa sampai ke pengadilan [baca], maka atas dasar keadilan, maka manajemen dan oknum RS Omni juga harus diseret ke meja hijau. Harus sama-sama dibawa ke meja hijau. Dan jika kasus yang dialami ibu Prita benar seperti yang ia tuliskan, maka para oknum dokter tersebut sudah selayaknya dipecat secara tidak hormat. Sekali lagi, jika kasus yang menimpa ibu Prita sesuai dengan ia tuliskan, maka atas kesombongan manajemen RS Omni Internasional, saya menghimbau selama 1, 3, atau 6 bulan, masyarakat memboikot untuk tidak berobat di RS Omni International Alam Sutera . Kita berharap selama 1,3 tau 6 bulan pihak manajemen RS mulai berbenah diri. Dan tentunya, ini menjadi pelajaran sangat berarti bagi Bu Prita dan juga rekan-rekan netter lainnya.

Jika Anda mendukung Ibu Prita Mulyasari, silahkan pasang banner ini

Prita Dipenjara, tapi Kejahatan Pornografi?

UU ITE mengatur banyak aspek dalam dunia internet, mulai dari etika-moral dalam menggunakan internet hingga transaksi bisnis internet. Perbuatan yang pertama dilarang dalam UU 11/2008 adalah tindakan penyebaran konten asusila [ditegaskan dalam UU 44/2008 tentang Pornografi], lalu perjudian (2), pencemaran nama baik (3), dan pemerasan/ancaman (4), hal-hal berbau SARA dan seterusnya. Bila kita melihat urutannya, maka semestinya UU ITE yang disahkan pada April 2008 digunakan untuk membersihkan konten porno dari dunia internet demi melindungi generasi muda dari degradasi moralitas.

Namun, adakah perubahan berarti informasi dan industri pornografi via internet di Indonesia sejak diterbitnya UU ITE April 2008 dan UU Pornografi Oktober 2008 silam? Bukankah kasus pelanggaran Pasal 27 ayat 1 lebih banyak daripada ayat 3 UU 11/2008? Mengapa pula seorang ibu yang menyampaikan unek-unek menjadi korban mal praktik perusahaan rumah sakit harus kembali menjadi korban sementara para oknum rumah sakit berleha-leha? Apakah dengan kekuasaan jaringan dan finansial, maka manajemen Omni bisa menyewa pengacara (bahkan jaksa) membuat yang benar jadi salah, salah jadi benar? Mengapa kepolisian tidak menyelidiki siapa yang menyebarluaskan email private dari Bu Prita?

Dan mengapa untuk membahas masalah ini, saya mengangkat isu yang terlalu lebar yakni masalah hukum secara umum? Karena saya sangat percaya, bahwa kasus Ibu Prita, Rokhmin Dahuri, Kemat, David, Sugik, Sengkon dan Karta. hanyalah fenomena gunung es atas ketidakadilan hukum di negeri ini. Lebih baik tidak memilih sama sekali, daripada memilih pemimpin yang tidak tegas memperjuangkan keadilan rakyat! Utang najis saja terus dibela, suara rakyat kecil dipasung! Hukum dapat siran oleh kekuasaan dan baru muncul ketika kampanye datang. Sesungguhnya dimanakah hukum itu? Ditangan penguasa kah?

Negara hukum dan hak asasi manusia

Negara hukum adalah negara yang berdasarkan hukum, hukum memegang
peranan didalam negara tersebut, yang berintikan unsur-unsur dan asas-asas dasar,
sebagai berikut :
1. Asas pengakuan dan perlindungan martabat serta kebebasan manusia, kebebasan
individu, kelompok, masyarakat etnis, masyarakat nasional.
2. Asas kepastian hukum, warga masyarakat bebas dari tindakan pemerintah dan
pejabatnya yang tidak dapat diprediksi dan sewenang-wenang. Implementasi
asas ini menuntut dipenuhinya :
- Syarat legalitas dan konstitusionalitas, tindakan pemerintah dan
pejabatnya bertumpu pada perundang-undangan dalam kerangka
konstitusi.
- Syarat Undang-Undang menetapkan berbagai perangkat aturan tentang
cara pemerintah dan para pejabatnya melakukan tindakan.
- Syarat perundang-undangan hanya mengikat warga masyarakat setelah
diundangkan dan tidak berlaku surut ( Non Retroaktif).
- Asas peradilan bebas terjaminnya obyektifitas, imparsialitas, adil dan
manusiawi.
- Asas bahwa Hakim tidak boleh menolak mengadili perkara dengan alasan
hukum tidak ada atau tidak jelas ( Asas Non Miquet)
3. Asas persamaan ( Similia Similibus). Pemerintah dan pejabatnya harus
memberikan perlakuan sama kepada warganya dan Undang-Undang berlaku
sama untuk semua orang.
4. Asas Demokrasi. Yaitu berkenaan dengan cara pengambilan keputusan. Tiap
warga negara memiliki kemungkinan dan kesempatan yang sama untuk
mempengaruhi putusan dan tindakan pemerintah.
5. Asas Pemerintah dan Pejabatnya mengemban fungsi melayani rakyat (Ibid, hal.
199-201). .
D. KESIMPULAN
1. Bahwa hukum berfungsi mewujudkan ketertiban, stabilitas, keadilan dan
menciptakan masyarakat yang cerdas dan beradab.
2. Bahwa asas dasar negara hukum adalah terlindunginya kehidupan individu dan
kelompok, tidak adanya kesewenang-wenangan, pemberlakuan hukum tidak
pandang bulu, kebebasan kritik membangun kepada Pemerintah dan Pemerintah
dan Pejabatnya berorientasi pada kesejahteraan rakyat, dalam program dan
implementasinya.

HAK ASASI MANUSIA

HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.

Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran ham di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan / tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia ham di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh ham di Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda dari Indonesia.

Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia :

1. Hak asasi pribadi / personal Right
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing

2. Hak asasi politik / Political Right
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi

3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum

4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak

5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.

6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat